Istilah narsisme muncul pertama kali sekitar 2.000 tahun yang lalu, saat
Ovid menulis legenda tentang Narcissus. Narcissus adalah pemburu Yunani
cantik yang melihat bayangan dirinya sendiri di kolam air. Dia sangat jatuh
cinta dengan bayangannya sendiri.
Sementara konsep narsisme diperkenalkan oleh Sigmund Freud. Salah satu
teori narsisme paling populer dari Freud menerangkan narsisme sebagai
perasaan cinta pada diri sendiri yang disertai kecenderungan untuk
mementingkan diri sendiri, kagum pada diri sendiri hingga sangat
memperhatikan kecakapan atau kecantikannya.
Santrock menerangkan bahwa narsisme adalah bentuk pendekatan pada orang
lain yang sifatnya self-centered (berpusat pada diri sendiri) dan
self-concerned (hanya memikirkan diri sendiri).
Umumnya orang yang memiliki sifat narsisme kesulitan untuk sadar dengan
keadaan aktual dirinya sendiri serta bagaimana cara orang lain memandangnya.
Kesulitan inilah yang kemudian mengantarkan mereka ke masalah dalam
menyesuaikan diri.
Kartono menerangkan bahwa narsisme adalah perasaan cinta ekstrem pada diri
sendiri sehingga menganggap dirinya sangat superior dan sangat penting.
Orang yang mengidap narsisme memiliki perhatian super besar untuk diri
sendiri, sementara perhatian pada orang lain kurang sekali.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa narsisme menganggap dirinya pusat dari
segalanya dan tidak ada yang lebih penting dari dirinya sendiri. Bisa saja
dia menganggap dirinya sebagai pusat alam semesta.
Perbedaan Narsisme dan Narsistik
Sifat narsisme cukup sering tertukar dengan gangguan kepribadian narsistik
(narcissistic personality disorder). Padahal dua hal ini memiliki perbedaan
signifikan yang perlu diketahui.
Secara garis besar, perbedaan utamanya adalah narsisme bukan merupakan
penyakit mental, tidak memiliki gangguan kepribadian, dan lebih tertarik
dengan mendapatkan kekuasaan, uang, dan prestise.
Orang yang memiliki sifat narsisme biasanya dipandang sebagai orang yang
menjengkelkan karena sering merasa lebih superior daripada orang lain. Lebih
jauh lagi, mereka tidak merasa hal ini sebagai sebuah kesalahan.
Mereka juga memiliki empati yang sangat sedikit terhadap perasaan, kondisi,
atau situasi orang lain. Tak jarang orang dengan sifat narsisme merasa
berhak mendapatkan yang terbaik untuk dirinya sendiri dan memandang rendah
orang-orang yang merasa kagum padanya.
Sementara gangguan kepribadian narsistik (Narcissistic personality
disorder) merupakan gangguan mental di mana pengidapnya ingin orang lain
merasa kagum pada dirinya sendiri dan mendahulukan kepentingan dirinya
sendiri.
Namun di balik topeng kepercayaan diri yang tinggi tersebut, mereka nyatanya
sangat rentan terhadap kritikan dan memiliki harga diri yang sangat rapuh.
Sering kali hal ini menimbulkan kesalahpahaman untuk orang lain.
Contohnya, pengidap gangguan kepribadian ini akan terlihat penuh percaya
diri dan cenderung sombong. Namun sebenarnya, jauh di dalam diri si pengidap
tersebut ada rasa malu dan hina yang sangat besar dan merasa rendah
diri.
Jenis jenis narsisme
Ada dua jenis narsisme yang bisa ditemukan di lingkungan masyarakat, yaitu
Grandiose Narcissism dan Vulnerable Narcissism. Berikut penjelasan singkat
mengenai keduanya:
1. Grandiose Narcissism
Orang dengan kepribadian satu ini biasanya diperlakukan sebagai orang yang
superior dari orang lain saat kecil. Kebiasaan ini kemudian terbawa sampai
dewasa, dia jadi selalu berekspektasi bahwa setiap orang akan memperlakukan
dirinya dengan cara yang sama.
2. Vulnerable Narcissism
Kepribadian yang kedua ini muncul dari kebiasaan diabaikan dan diperlakukan
secara kasar saat kecil. Orang yang memiliki vulnerable narcissism cenderung
lebih sensitif. Dalam kasus yang kedua, narsisme menolong mereka untuk tetap
terlindungi dari perasaan tidak mampu.
Sering kali orang dengan kepribadian ini merasa kebingungan antara perasaan
inferior atau superior terhadap orang lain, namun mereka juga merasa
tersinggung ketika orang lain tidak memperlakukan mereka sebagai seseorang
yang spesial.
3. Malignant Narcissism
Pengidap malignant narcissism akan menggunakan berbagai cara untuk
menyerang orang lain untuk menopang kerapuhan yang dia miliki.
4. Covert Narcissism
Jenis terakhir ini sedikit sulit dikenali dibanding jenis yang lain karena
ciri-cirinya kadang tidak sejelas yang lain. Pengidap covert narcissism
merupakan seorang yang memiliki lapisan tersembunyi di balik topeng
narsismenya.
Ciri utamanya adalah sangat mementingkan diri sendiri dan merasa dunia
tidak bisa mengenali keistimewaannya sama sekali. Dia juga memiliki sifat
pasif agresif, cenderung hipersensitif pada kritik.
Ciri-ciri narsisme
Ada beberapa ciri sifat narsisme yang cukup mudah ditemukan. Seperti apa
ciri-ciri tersebut? Berikut penjelasannya.
1. Merasa dirinya lebih spesial dari orang lain
Orang narsis merasa hanya orang spesial yang mampu mengerti mereka. Hal ini
terjadi karena mereka merasa dirinya unik sehingga lebih “spesial” dibanding
orang lain yang ada di lingkungannya. Selain itu, mereka juga merasa lebih
penting daripada orang lain sehingga mereka jadi arogan dan sombong.
Dengan pola pikir seperti itu, orang narsis sering merasa tidak pantas jika
mendapatkan hal yang biasa saja. Dia merasa hal-hal biasa saja atau
sederhana yang ada di sekitarnya sangat tidak cocok dengan dirinya sendiri
yang spesial dan luar biasa.
Bahkan dia menganggap orang lain yang dapat menjalin hubungan dengannya
sebagai orang yang beruntung. Di lingkungannya, dia juga sering merasa
memiliki pengorbanan dan kontribusi lebih besar dari orang lain ketika
melakukan sesuatu.
2. Hidup di dalam dunia yang dia ciptakan sendiri
Ciri selanjutnya dari orang narsis adalah dia senang menciptakan dunianya
sendiri di dalam pikirannya. Dengan kata lain, ketika dia sadar bahwa
realitas tidak menganggap mereka sebagai orang yang spesial, maka dia akan
membuat dunia khayalan yang lebih sesuai dengan pola pikirnya.
Di dalam dunia khayalan ini, dia menganggap bahwa dia adalah seseorang yang
sempurna, sukses, kuat, menarik, dan brilian. Padahal, pada kenyataannya,
dunia khayalan ini hanya membuat dia terhindar dari perasaan malu dan kosong
yang ada di dalam lubuk hatinya.
Tidak jarang orang narsis dengan ciri ini membenci orang lain yang tidak
memiliki pikiran yang sama dengannya. Akibatnya dia jadi sangat defensif
terhadap orang lain.
3. Selalu ingin mendapatkan pujian
Pemikiran tentang dirinya yang lebih spesial dibanding orang lain membuat
orang narsis selalu ingin mendapatkan pujian. Bahkan jika dia tidak
melakukan hal yang luar biasa sama sekali. Hal ini terjadi karena dia
membutuhkan validasi dari orang lain bahwa dirinya memang spesial.
4. Merasa harus mendapatkan semuanya
Orang narsis selalu berpikir bahwa dia harus mendapatkan semua yang
diinginkan karena dia adalah orang yang spesial. Dia juga memiliki standar
yang sangat tinggi untuk perlakuan orang lain kepadanya. Karena itu dia
merasa bahwa orang lain harus memperlakukannya sesuai standar tersebut.
Akibatnya orang lain menganggap siapa pun yang tidak bisa melakukan hal
tersebut sebagai orang yang tidak berguna. Contohnya jika kamu menunjukkan
bahwa temanmu si narsis itu bukan orang yang spesial, sehingga kamu
memperlakukannya seperti teman-temanmu yang lain. Si narsis menganggap kamu
meminta “imbalan” dari mereka dan akan meresponsnya dengan sikap yang
dingin.
5. Tidak memikirkan perasaan orang lain
Orang narsis juga cenderung tidak memiliki empati dan tidak bisa
menempatkan diri di posisi orang lain. Hasilnya, dia menjadi tidak peka
terhadap perasaan orang-orang di sekitarnya. Bahkan dia sering menganggap
orang lain hanyalah objek saja.
Kehadiran orang lain, baginya, hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Karena itu dia tidak akan berpikir dua kali ketika ingin mengambil
keuntungan dari orang-orang di sekitarnya. Apalagi dari orang yang bisa
membantunya mendapatkan apa yang dia inginkan.
Yang lebih parah lagi, dia sering tidak menyadari perilaku buruknya ini
karena dia tidak pernah memikirkan dampak yang akan terjadi nantinya.
6. Senang memberikan intimidasi ke orang lain
Orang narsis biasanya senang mengintimidasi, mengecilkan nilai orang lain,
atau merundung orang lain. Khususnya jika orang lain ternyata punya sesuatu
yang tidak dia miliki. Orang narsis akan merasa sangat benci saat melihat
orang lain bahagia tapi dia tidak.
Untuk melindungi harga dirinya sendiri yang tinggi, orang narsis lantas
mengintimidasi orang lain. Sehingga dia yakin bahwa tidak ada yang bisa
lebih baik dari dirinya sendiri.
Bagaimana cara menghadapi orang narsis?
Orang narsis mungkin saja bisa belajar untuk menyadari kepribadian mereka
dengan perlakuan yang tepat. Hal ini bisa membantu meningkatkan kehidupannya
sendiri dan orang-orang di sekitarnya.
Orang narsis tidak pernah mencari pertolongan untuk dirinya sendiri karena dia merasa tidak membutuhkannya dan itu juga tidak sesuai dengan kepribadiannya. Namun bukan berarti mustahil dilakukan, hanya saja butuh
Generasi milenial lebih narsis daripada generasi sebelumnya, benarkah?
Tidak bisa dipungkiri perkembangan media sosial yang pesat membuat semua
orang ingin mengunggah foto diri sendiri ke dunia maya. Terlebih generasi
milenial, melansir dari katadata.co.id saat ini milenial sangat intens
membuka internet untuk mencari hiburan terutama media sosial.
Waktu yang dihabiskan untuk bermain media sosial rata-rata sekitar 2,5 jam
perhari. Streaming musik 1,7 jam dan streaming video 1,6 jam per hari.
Sedangkan untuk membuka media online, milenial menghabiskan waktu sekitar
1,4 jam per hari.
Sementara menurut detik.com dari 171,17 juta pengguna internet di
Indonesia, 91% diantaranya adalah generasi milenial berusia 15 sampai 19
tahun. Lalu untuk milenial berusia 20 sampai 24 tahun sebesar 88,5%.
Kesempatan tidak terbatas untuk mengakses media sosial yang milenial
dapatkan berujung pada hobi promosi dan refleksi diri yang–jika bisa
dibandingkan generasi sebelumnya–berlebihan.
Ditambah budaya penghargaan diri yang meningkat juga bisa jadi ikut
mempengaruhinya. Namun benarkah generasi milenial itu lebih narsis? Ada dua
pendapat di kalangan psikolog mengenai hal ini.
Pertama, meyakini bahwa milenial memang lebih narsis dan menjadi generasi
yang mementingkan diri sendiri dibanding orang lain. Jean Twenge, psikolog
di Universitas San Diego, California menjadi yang cukup vokal mendukung
pendapat ini.
Dia meyakini bahwa narsisme semakin bertambah karena adanya perubahan
budaya, khususnya budaya individualisme selama beberapa dekade ini. Terutama
jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, milenial lebih peduli pada
pencapaian individu dibanding tanggung jawab sosial.
Faktor lain yang disebut-sebut menyebabkan fenomena ini adalah kehadiran
gerakan penghargaan diri. Pada tahun 1980 dan 1990-an, banyak upaya
dilakukan agar anak muda terlindungi dari pandangan negatif yang bisa
menghancurkan penghargaan dirinya.
Sejak dulu beredar pendapat bahwa banyak sekali masalah yang disebabkan oleh
penghargaan diri yang rendah. Sayang sekali, penelitian tidak mendukung hal
ini. Sebaliknya, dikatakan bahwa salah satu mitos populer dalam Psikologi
Populer menyebutkan bahwa “penghargaan diri rendah merupakan pemicu utama
masalah psikologis.”
Mengutip dari BBC Indonesia, Jean Twenge mengatakan bahwa saat ini banyak
bukti yang mendukung bahwa generasi milenial merupakan “generasi aku”
daripada “generasi kami” jika dibandingkan dengan generasi
sebelum-sebelumnya.
Pendapat kedua merupakan sanggahan dari pendapat pertama. Psikolog Jeffrey
Arnett dari Universitas Clark memiliki pendapat bahwa klaim Twenge tidak
bisa dijadikan patokan karena sampel dari penelitiannya tidak
merepresentasikan seluruh populasi.
Ada cukup banyak bukti yang mendukung pendapat Arnett. Seperti penelitian di
jurnal Psychological Science yang menemukan bahwa tingkat narsisme pada anak
muda justru turun bahkan sejak tahun 1990-an. Ditambah, ada kemungkinan
narsisme menghilang secara perlahan-lahan seiring bertambahnya umur.
Bagaimanapun tidak ada yang bisa menyimpulkan dengan jelas mana pendapat
paling kuat di antara keduanya. Setidaknya, pernyataan “generasi milenial
lebih percaya diri dari generasi sebelumnya” bisa dilihat langsung oleh
kamu. Terkait narsisme menjadi sesuatu yang berbahaya atau bukan, hanya bisa
ditentukan oleh setiap individu.
No comments:
Post a Comment