-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Narsis - Narsisme

| November 08, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-11-08T05:11:02Z

Narsis, Narsisme
 

Istilah narsisme muncul pertama kali sekitar 2.000 tahun yang lalu, saat Ovid menulis legenda tentang Narcissus. Narcissus adalah pemburu Yunani cantik yang melihat bayangan dirinya sendiri di kolam air. Dia sangat jatuh cinta dengan bayangannya sendiri.

Sementara konsep narsisme diperkenalkan oleh Sigmund Freud. Salah satu teori narsisme paling populer dari Freud menerangkan narsisme sebagai perasaan cinta pada diri sendiri yang disertai kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri, kagum pada diri sendiri hingga sangat memperhatikan kecakapan atau kecantikannya.

Santrock menerangkan bahwa narsisme adalah bentuk pendekatan pada orang lain yang sifatnya self-centered (berpusat pada diri sendiri) dan self-concerned (hanya memikirkan diri sendiri).

Umumnya orang yang memiliki sifat narsisme kesulitan untuk sadar dengan keadaan aktual dirinya sendiri serta bagaimana cara orang lain memandangnya. Kesulitan inilah yang kemudian mengantarkan mereka ke masalah dalam menyesuaikan diri.

Kartono menerangkan bahwa narsisme adalah perasaan cinta ekstrem pada diri sendiri sehingga menganggap dirinya sangat superior dan sangat penting. Orang yang mengidap narsisme memiliki perhatian super besar untuk diri sendiri, sementara perhatian pada orang lain kurang sekali.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa narsisme menganggap dirinya pusat dari segalanya dan tidak ada yang lebih penting dari dirinya sendiri. Bisa saja dia menganggap dirinya sebagai pusat alam semesta.

Perbedaan Narsisme dan Narsistik

Sifat narsisme cukup sering tertukar dengan gangguan kepribadian narsistik (narcissistic personality disorder). Padahal dua hal ini memiliki perbedaan signifikan yang perlu diketahui.

Secara garis besar, perbedaan utamanya adalah narsisme bukan merupakan penyakit mental, tidak memiliki gangguan kepribadian, dan lebih tertarik dengan mendapatkan kekuasaan, uang, dan prestise.

Orang yang memiliki sifat narsisme biasanya dipandang sebagai orang yang menjengkelkan karena sering merasa lebih superior daripada orang lain. Lebih jauh lagi, mereka tidak merasa hal ini sebagai sebuah kesalahan.

Mereka juga memiliki empati yang sangat sedikit terhadap perasaan, kondisi, atau situasi orang lain. Tak jarang orang dengan sifat narsisme merasa berhak mendapatkan yang terbaik untuk dirinya sendiri dan memandang rendah orang-orang yang merasa kagum padanya.

Jika dibutuhkan, mereka bahkan bisa dengan mudah memanfaatkan orang lain demi mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tanpa merasa malu atau bersalah sama sekali. Sejarah mencatat adanya pemimpin yang narsis, karena umumnya sifat ini dibarengi dengan keinginan mendapatkan kekuasaan.

Sementara gangguan kepribadian narsistik (Narcissistic personality disorder) merupakan gangguan mental di mana pengidapnya ingin orang lain merasa kagum pada dirinya sendiri dan mendahulukan kepentingan dirinya sendiri.

Namun di balik topeng kepercayaan diri yang tinggi tersebut, mereka nyatanya sangat rentan terhadap kritikan dan memiliki harga diri yang sangat rapuh. Sering kali hal ini menimbulkan kesalahpahaman untuk orang lain.

Contohnya, pengidap gangguan kepribadian ini akan terlihat penuh percaya diri dan cenderung sombong. Namun sebenarnya, jauh di dalam diri si pengidap tersebut ada rasa malu dan hina yang sangat besar dan merasa rendah diri.

Jenis jenis narsisme

Ada dua jenis narsisme yang bisa ditemukan di lingkungan masyarakat, yaitu Grandiose Narcissism dan Vulnerable Narcissism. Berikut penjelasan singkat mengenai keduanya:

1. Grandiose Narcissism

Orang dengan kepribadian satu ini biasanya diperlakukan sebagai orang yang superior dari orang lain saat kecil. Kebiasaan ini kemudian terbawa sampai dewasa, dia jadi selalu berekspektasi bahwa setiap orang akan memperlakukan dirinya dengan cara yang sama.

Biasanya pengidap grandiose narcissism cenderung merasa agresif, merasa dominan, dan merasa dirinya sangat penting, terlalu self-confident, dan tidak sensitif pada lingkungan sekitarnya.

2. Vulnerable Narcissism

Kepribadian yang kedua ini muncul dari kebiasaan diabaikan dan diperlakukan secara kasar saat kecil. Orang yang memiliki vulnerable narcissism cenderung lebih sensitif. Dalam kasus yang kedua, narsisme menolong mereka untuk tetap terlindungi dari perasaan tidak mampu.

Sering kali orang dengan kepribadian ini merasa kebingungan antara perasaan inferior atau superior terhadap orang lain, namun mereka juga merasa tersinggung ketika orang lain tidak memperlakukan mereka sebagai seseorang yang spesial.

3. Malignant Narcissism

Pengidap malignant narcissism akan menggunakan berbagai cara untuk menyerang orang lain untuk menopang kerapuhan yang dia miliki.

Dikatakan bahwa jenis narsisme yang satu ini cenderung mendekat kepada psikopat daripada jenis yang lainnya. Meskipun tentu saja ada perbedaan antara keduanya.

Orang yang mengidap malignant narcissism masih bisa merasa malu atau bersalah saat melanggar aturan, sementara psikopat tidak merasakan apapun.

4. Covert Narcissism

Jenis terakhir ini sedikit sulit dikenali dibanding jenis yang lain karena ciri-cirinya kadang tidak sejelas yang lain. Pengidap covert narcissism merupakan seorang yang memiliki lapisan tersembunyi di balik topeng narsismenya.

Ciri utamanya adalah sangat mementingkan diri sendiri dan merasa dunia tidak bisa mengenali keistimewaannya sama sekali. Dia juga memiliki sifat pasif agresif, cenderung hipersensitif pada kritik.

Ciri-ciri narsisme

Ada beberapa ciri sifat narsisme yang cukup mudah ditemukan. Seperti apa ciri-ciri tersebut? Berikut penjelasannya.

1. Merasa dirinya lebih spesial dari orang lain

Orang narsis merasa hanya orang spesial yang mampu mengerti mereka. Hal ini terjadi karena mereka merasa dirinya unik sehingga lebih “spesial” dibanding orang lain yang ada di lingkungannya. Selain itu, mereka juga merasa lebih penting daripada orang lain sehingga mereka jadi arogan dan sombong.

Dengan pola pikir seperti itu, orang narsis sering merasa tidak pantas jika mendapatkan hal yang biasa saja. Dia merasa hal-hal biasa saja atau sederhana yang ada di sekitarnya sangat tidak cocok dengan dirinya sendiri yang spesial dan luar biasa.

Bahkan dia menganggap orang lain yang dapat menjalin hubungan dengannya sebagai orang yang beruntung. Di lingkungannya, dia juga sering merasa memiliki pengorbanan dan kontribusi lebih besar dari orang lain ketika melakukan sesuatu.

2. Hidup di dalam dunia yang dia ciptakan sendiri

Ciri selanjutnya dari orang narsis adalah dia senang menciptakan dunianya sendiri di dalam pikirannya. Dengan kata lain, ketika dia sadar bahwa realitas tidak menganggap mereka sebagai orang yang spesial, maka dia akan membuat dunia khayalan yang lebih sesuai dengan pola pikirnya.

Di dalam dunia khayalan ini, dia menganggap bahwa dia adalah seseorang yang sempurna, sukses, kuat, menarik, dan brilian. Padahal, pada kenyataannya, dunia khayalan ini hanya membuat dia terhindar dari perasaan malu dan kosong yang ada di dalam lubuk hatinya.

Tidak jarang orang narsis dengan ciri ini membenci orang lain yang tidak memiliki pikiran yang sama dengannya. Akibatnya dia jadi sangat defensif terhadap orang lain.

3. Selalu ingin mendapatkan pujian

Pemikiran tentang dirinya yang lebih spesial dibanding orang lain membuat orang narsis selalu ingin mendapatkan pujian. Bahkan jika dia tidak melakukan hal yang luar biasa sama sekali. Hal ini terjadi karena dia membutuhkan validasi dari orang lain bahwa dirinya memang spesial.

Oleh sebab itu, jika kamu berhubungan dengan orang narsis, hubungan yang ada biasanya cenderung sepihak dan terpusat pada dia sendiri. Tidak ada “kita” di dalam hubungan tersebut karena segala sesuatu adalah tentang dirinya.

4. Merasa harus mendapatkan semuanya

Orang narsis selalu berpikir bahwa dia harus mendapatkan semua yang diinginkan karena dia adalah orang yang spesial. Dia juga memiliki standar yang sangat tinggi untuk perlakuan orang lain kepadanya. Karena itu dia merasa bahwa orang lain harus memperlakukannya sesuai standar tersebut.

Akibatnya orang lain menganggap siapa pun yang tidak bisa melakukan hal tersebut sebagai orang yang tidak berguna. Contohnya jika kamu menunjukkan bahwa temanmu si narsis itu bukan orang yang spesial, sehingga kamu memperlakukannya seperti teman-temanmu yang lain. Si narsis menganggap kamu meminta “imbalan” dari mereka dan akan meresponsnya dengan sikap yang dingin.

5. Tidak memikirkan perasaan orang lain

Orang narsis juga cenderung tidak memiliki empati dan tidak bisa menempatkan diri di posisi orang lain. Hasilnya, dia menjadi tidak peka terhadap perasaan orang-orang di sekitarnya. Bahkan dia sering menganggap orang lain hanyalah objek saja.

Kehadiran orang lain, baginya, hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Karena itu dia tidak akan berpikir dua kali ketika ingin mengambil keuntungan dari orang-orang di sekitarnya. Apalagi dari orang yang bisa membantunya mendapatkan apa yang dia inginkan.

Yang lebih parah lagi, dia sering tidak menyadari perilaku buruknya ini karena dia tidak pernah memikirkan dampak yang akan terjadi nantinya.

6. Senang memberikan intimidasi ke orang lain

Orang narsis biasanya senang mengintimidasi, mengecilkan nilai orang lain, atau merundung orang lain. Khususnya jika orang lain ternyata punya sesuatu yang tidak dia miliki. Orang narsis akan merasa sangat benci saat melihat orang lain bahagia tapi dia tidak.

Untuk melindungi harga dirinya sendiri yang tinggi, orang narsis lantas mengintimidasi orang lain. Sehingga dia yakin bahwa tidak ada yang bisa lebih baik dari dirinya sendiri.

Bagaimana cara menghadapi orang narsis?

Orang narsis mungkin saja bisa belajar untuk menyadari kepribadian mereka dengan perlakuan yang tepat. Hal ini bisa membantu meningkatkan kehidupannya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

Orang narsis tidak pernah mencari pertolongan untuk dirinya sendiri karena dia merasa tidak membutuhkannya dan itu juga tidak sesuai dengan kepribadiannya. Namun bukan berarti mustahil dilakukan, hanya saja butuh

Generasi milenial lebih narsis daripada generasi sebelumnya, benarkah?

Tidak bisa dipungkiri perkembangan media sosial yang pesat membuat semua orang ingin mengunggah foto diri sendiri ke dunia maya. Terlebih generasi milenial, melansir dari katadata.co.id saat ini milenial sangat intens membuka internet untuk mencari hiburan terutama media sosial.

Waktu yang dihabiskan untuk bermain media sosial rata-rata sekitar 2,5 jam perhari. Streaming musik 1,7 jam dan streaming video 1,6 jam per hari. Sedangkan untuk membuka media online, milenial menghabiskan waktu sekitar 1,4 jam per hari.

Sementara menurut detik.com dari 171,17 juta pengguna internet di Indonesia, 91% diantaranya adalah generasi milenial berusia 15 sampai 19 tahun. Lalu untuk milenial berusia 20 sampai 24 tahun sebesar 88,5%.

Kesempatan tidak terbatas untuk mengakses media sosial yang milenial dapatkan berujung pada hobi promosi dan refleksi diri yang–jika bisa dibandingkan generasi sebelumnya–berlebihan.

Ditambah budaya penghargaan diri yang meningkat juga bisa jadi ikut mempengaruhinya. Namun benarkah generasi milenial itu lebih narsis? Ada dua pendapat di kalangan psikolog mengenai hal ini.

Pertama, meyakini bahwa milenial memang lebih narsis dan menjadi generasi yang mementingkan diri sendiri dibanding orang lain. Jean Twenge, psikolog di Universitas San Diego, California menjadi yang cukup vokal mendukung pendapat ini.

Dia meyakini bahwa narsisme semakin bertambah karena adanya perubahan budaya, khususnya budaya individualisme selama beberapa dekade ini. Terutama jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, milenial lebih peduli pada pencapaian individu dibanding tanggung jawab sosial.

Faktor lain yang disebut-sebut menyebabkan fenomena ini adalah kehadiran gerakan penghargaan diri. Pada tahun 1980 dan 1990-an, banyak upaya dilakukan agar anak muda terlindungi dari pandangan negatif yang bisa menghancurkan penghargaan dirinya.

Sejak dulu beredar pendapat bahwa banyak sekali masalah yang disebabkan oleh penghargaan diri yang rendah. Sayang sekali, penelitian tidak mendukung hal ini. Sebaliknya, dikatakan bahwa salah satu mitos populer dalam Psikologi Populer menyebutkan bahwa “penghargaan diri rendah merupakan pemicu utama masalah psikologis.”

Mengutip dari BBC Indonesia, Jean Twenge mengatakan bahwa saat ini banyak bukti yang mendukung bahwa generasi milenial merupakan “generasi aku” daripada “generasi kami” jika dibandingkan dengan generasi sebelum-sebelumnya.

Pendapat kedua merupakan sanggahan dari pendapat pertama. Psikolog Jeffrey Arnett dari Universitas Clark memiliki pendapat bahwa klaim Twenge tidak bisa dijadikan patokan karena sampel dari penelitiannya tidak merepresentasikan seluruh populasi.

Ada cukup banyak bukti yang mendukung pendapat Arnett. Seperti penelitian di jurnal Psychological Science yang menemukan bahwa tingkat narsisme pada anak muda justru turun bahkan sejak tahun 1990-an. Ditambah, ada kemungkinan narsisme menghilang secara perlahan-lahan seiring bertambahnya umur.

Bagaimanapun tidak ada yang bisa menyimpulkan dengan jelas mana pendapat paling kuat di antara keduanya. Setidaknya, pernyataan “generasi milenial lebih percaya diri dari generasi sebelumnya” bisa dilihat langsung oleh kamu. Terkait narsisme menjadi sesuatu yang berbahaya atau bukan, hanya bisa ditentukan oleh setiap individu.

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update