Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuasin melalui Tim Pidana Khusus (Pidsus) menahan tiga pejabat aktif di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Banyuasin yang diduga melakukan penyimpangan
dalam retribusi parkir selama periode 2020 hingga 2023.
Berdasarkan hasil penyelidikan, dugaan korupsi ini menyebabkan kerugian
negara sebesar Rp1.147.180.000 (Rp1,1 miliar).
Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Banyuasin, Giovani mengatakan
jika ketiga tersangka menggunakan berbagai modus untuk menggelapkan
retribusi parkir yang seharusnya masuk ke kas daerah.
"Ketiga tersangka diduga melakukan korupsi retribusi parkir hingga mencapai
satu miliar seratus empat puluh tujuh juta seratus delapan puluh ribu
rupiah. Mereka memanipulasi setoran resmi agar jumlah yang masuk ke kas
daerah jauh lebih kecil dari yang seharusnya," ujar Giovani kepada awak
media.
Tiga pejabat yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini
adalah, Eko Prasetyo (EP) yang pernah menjabat sebagai Kepala UPTD Pelayanan
Angkutan Darat Dinas Perhubungan Banyuasin periode 2019–2020., lalu Salamun yang merupakan Kepala Sub Bagian
Tata Usaha UPTD Pelayanan Angkutan Darat Dinas Perhubungan Banyuasin periode
2021–2023.
Selain itu, Anthony Liando yang merupakan mantan Kepala Dinas Perhubungan
Banyuasin periode 2019–2022, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas
Perpustakaan dan Kearsipan sekaligus Plt. Kasat Pol PP dan Pemadam Kebakaran
Banyuasin.
Modus Korupsi: Pemotongan Setoran hingga Pemalsuan Laporan
Menurut penyelidikan yang dilakukan oleh tim Kejari Banyuasin, terdapat
beberapa modus utama yang digunakan dalam praktik korupsi ini, di
antaranya:
Pemotongan dan Pengurangan Setoran
Para tersangka diduga mengurangi jumlah retribusi parkir yang seharusnya
disetorkan ke kas daerah. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat tidak
dilaporkan sepenuhnya, melainkan sebagian diambil untuk kepentingan
pribadi.
Pemalsuan Laporan Keuangan
Data penerimaan retribusi diduga sengaja dimanipulasi agar jumlah yang
dilaporkan tampak lebih kecil dari yang sebenarnya diperoleh di lapangan.
Hal ini dilakukan untuk menghilangkan jejak penggelapan yang mereka
lakukan.
Penggunaan Sistem Manual yang Rentan Penyalahgunaan
Retribusi parkir masih dikelola dengan sistem manual, tanpa pengawasan yang
ketat. Celah ini dimanfaatkan oleh para tersangka untuk mengurangi jumlah
setoran resmi.
Setelah kasus ini terungkap, Kejari Banyuasin memastikan bahwa proses hukum akan berjalan transparan dan
profesional.
Pihak kejaksaan menegaskan bahwa tidak ada toleransi bagi pejabat yang
menyalahgunakan wewenangnya, terutama dalam pengelolaan keuangan daerah yang
seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Kasus ini menuai respons keras dari masyarakat Banyuasin.
Banyak yang mengecam tindakan para tersangka, terutama karena retribusi
parkir seharusnya menjadi sumber pendapatan daerah yang dapat digunakan
untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur.
"Kami sebagai warga Banyuasin sangat kecewa. Parkir di mana-mana dipungut
biaya, tapi uangnya malah dikorupsi. Bagaimana daerah bisa maju kalau
seperti ini?" ujar seorang warga setempat yang enggan disebut namanya.
Kejari Banyuasin menyatakan bahwa pihaknya masih terus melakukan pendalaman
kasus dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat
dalam skema korupsi ini.
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa transparansi dalam pengelolaan
retribusi daerah harus lebih ditingkatkan.
Digitalisasi sistem pembayaran dan pengawasan ketat dari pihak terkait
menjadi solusi utama untuk mencegah praktik korupsi serupa di masa
depan.
Sidang terhadap ketiga tersangka akan segera digelar dalam waktu dekat.
Masyarakat pun menunggu langkah tegas dari aparat penegak hukum untuk
menuntaskan kasus ini dan memberikan keadilan dalam kasus yang mencuri uang
rakyat Banyuasin ini.
Copas dari
https://sumsel.suara.com/read/2025/03/21/162227/korupsi-retribusi-parkir-di-banyuasin-begini-cara-pejabat-memanipulasi-setoran-resmi?page=all
No comments:
Post a Comment